Siaran di Atas Kain Kafan



Teng... teng... teng... teng.... Jam dinding berdentang empat kali. Seperempat jam lagi benang-benang putih akan terlihat di kepekatan. Panggilan shalat shubuh berjamaah akan segera diteriakkan dari 3 loudspeaker besar, dari 3 masjid terdekat. Jeritan mereka akan bersaing dengan ranjang empuk dan selimut tebal ribuan makhluk mulia yang bernama manusia. (Menang mana, ya?)

Aku masih tepekur di atas ‘sajadah palsu’, sehelai kain mori putih polos yang telah jutaan detik setia ngelayani. Seperti biasanya, aku ngerasa lebih nyaman sujud di atas benang-benang ‘pembungkus-mayat’ ini ketimbang di atas ‘sajadah asli’. (Ya Allah! Kapan saja Kau hendak mengambil kembali selembar nyawaku ini, kumohon cabutlah ketika aku bersimpuh di atas hamparan kain kafan. Aamiin.)...

Usai nyelesaiin beberapa rekaat shalat, aku duduk ditemani tiga kitab tafsir di depanku, dan empat kitab hadits di kanan-kiriku. Dengan tujuh ‘pisau bedah’ ini kucoba menyusup ke dalam Al-Qur’an, masuk sedalam-dalamnya. Dari kegelapan insani menuju cahaya ilahi...Tiba-tiba di tengah-tengah ‘perjalanan’ yang mengasyikkan ini kudengar pelan sepatah kata:

“Aisha! Siarkanlah!”Kutengok kanan-kiri dan belakang. Nggak ada orang, nggak ada kucing, nggak ada tikus. Hmmm.... Siapa nih yang manggil-manggil namaku dan ngasih perintah aku? Hantukah? Ibliskah? Jinkah? Malaikatkah? Ataukah lamunan belaka?

Aku jadi penasaran. Apa maksud perintah “siarkanlah!”? Kita ‘kan bukan penyiar. Lagian buat nyiarin apa aja, dibutuhin orang yang pinter komunikasi... Apa maksudnya kita diminta nyiarin ayat-ayat Allah yang telah kita dengar, kita baca, kita amati? Kalo iya, aku ‘kan bukan ulama, bukan mubalig. Aku cuman dapat berusaha ‘tuk jadi pendengar yang baik, pembaca yang baik, pengamat yang baik. Aku nggak mampu nyiarin. (Ataukah aku diharap sekedar minjemin buku ato nge-forward e-text Islami tanpa komentar?)

“Siarkanlah!” (Woaaa... Sepertinya ‘sajadah’ putih yang sedang kududuki lah yang berbisik kepadaku! Ngeri kan? Kain kafan kok bisa ngomong. Kayak film kartun Scooby Doo aja. Hiiii....)

“A a a kkk ku.. ti ti.. tidak mampu menyiarkan,” sahutku sambil terbata-bata lalu tersengal-sengal. (Masak, gugupan gini diminta ‘nyaingi’ penyiar, protesku dalam hati.)

Kain kafan itu lalu mendekatiku dan mendekapku erat-erat hingga aku ngerasa lemes banget, susah-payah ngirup oksigen. Pasti wajahku jadi pucat-pasi bagai korban kasus sadisme ‘Sekolah Tinggi Calon Pejabat Rendah’. (Eh, wajah mereka itu sebenernya sampe pucat nggak sih? Waktu kuliat tayangannya di SCTV beberapa pekan yang lalu, ‘putih’nya wajah para korban itu kurang jelas.)

Kini si mori putih itu ngelepasin dekapannya padaku. Ia berbisik lagi:

“Wahai hamba Allah! Siarkanlah surat-surat-Nya! Bacaan-bacaan Al-Qur’an itu, apabila engkau budidayakan, akan menemanimu sekarang di alam dunia, serta kelak di alam kubur dan alam baka. Mereka akan melapangkanmu di saat ‘sempit’, menghangatkanmu di musim ‘dingin’ dan menyejukkanmu di musim ‘panas’. Wahai wakil Allah di muka bumi! Jangan sia-siakan potensimu! Walau dulu kau tercipta hanya dari segumpal darah, Tuhanmu Maha Pemurah. Walau dulu kau tak bisa berkomunikasi sama sekali selain menangis belaka, kini Tuhanmu telah mengajarkan penggunaan pena. Maka menulislah sekarang! Menulislah di atasku! Ya, di atas sajadahmu ini, kain kafanmu ini.”

Lalu suasana berubah jadi hening... hening sekali. Sunyi yang hening. Tiada bunyi bisikan lagi.Tiba-tiba kesadaranku pulih.

Buru-buru aku bangkit dalam keadaan gemetar di sekujur badan. Aku ngerasa ngeriiii banget. Tanpa pikir panjang, kusambar hp-ku. Lalu kutelpon seseorang yang spesial bagiku, tempat aku curhat segala hal. Sesudah ngucapin salam, aku langsung nyerocos:

“Mas, aku sedang bingung nih. Gimana dong? Doakan aku ya! Bermohonlah agar Allah menenangkan diriku."

“Ya ya ya.....” Sahut suara di seberang. Suaranya terdengar merdu menyegarkan, hingga mulai surut rasa takutku. Tak lama kemudian, terdengar lagi kata-kata si dia.

“Dik Ais... are you still there? Ada yang akan kauceritakan sekarang ‘kan?” Seusai kuungkap kepadanya apa yang barusan kualami, aku curahkan perasaanku.

“Aku bener-bener bingung, Mas. Aku tak tau harus bagaimana.”

“Emangnya kenapa, Dik? Kulihat tulisan-tulisanmu unik dan menggelitik! Kalimat-kalimatnya santai tapi serius, gampang dicerna tapi mengandung hikmah yang mendalam.”

“Aamiiin. Kalo bener gitu, itu pun berkat dukungan Mas.” Dengan hati mekar penuh mawar tanpa duri, aku berusaha rendah hati.

“Lantas, kenapa masih bingung?”

“Aku sungguh ngerasa was2, Mas, kalo2 tulisan2ku disalahpahami dan disalahgunakan. ‘Lidahku’ serasa kelu. Aku ngerasa kurang mampu ngerangkai kata yg tepat agar pembaca bener2 mahami apa yg kumaksud. Jangan2 akan ada pembaca yg berbuat mungkar dengan bersandar pada tulisanku. Trus, di Hari Pengadilan kelak mereka akan nuding aku sebagai biang keladinya. :( Astaghfirullaah... Tapi, bila nggak kusebarin, aku juga takut dinilai Allah bahwa aku nyembunyiin ilmuku yg nggak seberapa ini. Trus, jangan2 di akhirat kelak aku akan dijuluki ‘si kikir’. :( A’uudzu billaah min dzaalik...”

“Oooo gituuu... Aku yakin, Allah Mahatahu apakah kita berikhtiar semaksimal mungkin mengemban amanah-Nya atokah cuman ngumbar nafsu cari sensasi, ketenaran, dan kepentingan duniawi lainnya. Besar harapanku bahwa ‘ijtihad’-kita (andai bisa disebut ijtihad tathbiqil ahkam) benar dalam pandangan-Nya agar kita ngedapetin ‘dua’ pahala. Aamiin... Kalo toh salah, kita bisa berdoa mengharap ampunan-Nya. ‘Satu’ pahala saja pun mari kita syukuri. Alhamdu lillaah...”

“Oke,” aku menukas,

“makasih atas atensi Mas. Dan maap ya, shubuh-shubuh udah ngusik ketenangan Mas.”

“Iya laaaah. Sama-sama...” KLIK. Suara klik menutup pembicaraan. Sambil senyam-senyum (manis nggak, ya?), ke tempat semula, kuangkut tubuh langsingku (ceileee.... padahal kerempeng! hehe...).

Aku kembali ke kain kafanku, eh, sajadahku. Lalu, segera kucomot pena, dan mulai kucorat-coret kitab-kitabku. Akhirnya, kutorehkan tinta hitam di atas selembar kertas buram. Pada baris pertamanya terbaca judul: “Siaran di Atas Kain Kafan”.

------------selesai--------

Anda membaca artikel Siaran di Atas Kain Kafan dan anda bisa menemukan Anchor Text artikel dengan url https://bloggerngacau.blogspot.com/2012/01/siaran-di-atas-kain-kafan.html.


Backlink here..

Description: Siaran di Atas Kain Kafan Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Siaran di Atas Kain Kafan


Shares News - 08.14


Share your views...

0 Respones to "Siaran di Atas Kain Kafan"

Posting Komentar